Sebab, alasan tuntutan jaksa itu didasarkan pada alasan Ratna telah membuat keonaran dengan menyebarkan kabar hoax penganiayaan. Ratna disebut sengaja membuat kegaduhan lewat cerita dan foto-foto wajah yang lebam dan bengkak yang disebut penganiayaan.
Ratna menilai tuntutan itu berlebihan. Pasalnya, hoax penganiayaan yang dia buat tidak sampai menimbulkan keonaran.
"Katanya keonaran, tapi yang terjadi di pasal keonaran itu tidak terbukti di kasus saya,†kata Ratna usai sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Selasa (28/5).
Aktivis perempuan itu kemudian menguraikan bahwa keonaran harus bisa dibuktikan dengan adanya kerusuhan dan darah yang tumpah. Dalam kasus ini, Ratna menyebut rusuh 22 Mei sebagai contoh.
"Soal keonaran itu apa yang terjadi tanggal 21, 22 Mei, itu keonaran. Harus ada darah itu kan. Ini mereka menyimpulkan bahwa Twitter tuh keonaran juga, padahal harus berdarah, harus ada aparat keamanan, ya seperti yang terjadi di Petamburan," sambungnya.
Ratna sendiri dituntut dengan pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Adapun kerusuhan yang terjadi pada 21, 22, dan 23 Mei di Jakarta telah mengakibatkan delapan orang tewas dan ratusan lainnya mengalami luka.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.