“Saya sendiri sempat memeriksa berkas laporan dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Bupati Kepulauan Tanimbar. Sebagai orang hukum tentunya saya bisa menyimpulkan alat bukti yang dilampirkan dalam laporan-laporan itu saya rasa cukup untuk menjadikan Bupati sebagai Tersangka,†jelas Nasrul dalam keteranganya, Senin (15/4).
Nasrul menjelaskan, pihaknya mencium gelagat aneh pada penegakan hukum yang dilakukan terhadap perkara korupsi yang diduga melibatkan Bupati Kepulauan Tanimbar dan keluarganya.
“Mayoritas masyarakat kabupaten Kepulauan Tanimbar saat ini menggantungkan masa depan kabupaten mereka pada kemauan dan kemampuan aparat penegak hukum baik itu KPK, Kejaksaan ataupun Kepolisian,†ujarnya.
Oleh karena itu, ia berharap agar aparat penegak hukum bisa bekerja murni menurut aspirasi dan nurani rakyat serta tentunya memperhatikan bukti dan fakta-fakta hukum yang sudah ada.
Dari kacamata kebijakan publik, sambung Aktivis Hak Azasi Manusia ini, keberanian untuk melakukan tindak pidana korupsi oleh para kepala daerah biasanya dibarengi dengan upaya nepotisme yakni dengan menempatkan keluarga atau kolega baik pada pos strategis pemerintahan ataupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
“Saya menemukan beberapa kasus di mana para Kepala Daerah yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi biasanya dibarengi dengan upaya penguatan rezim atau politik dinasti dan temuan saya pada Pemilu Legislatif 2019 ini ada beberapa kerabat bahkan anak kandung Bupati maju sebagai anggota DPRD di Kabupaten Kepulauan Tanimbar,†terangnya.
Sebelumnya, Bupati Kabupaten Tanimbar Petrus Fatlolon dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh masyarakat Kepulauan Tanimbar terkait dengan dugaan kasus korupsi proyek pembangunan jalan serta rasionalisasi anggaran daerah (APBD) Kabupaten Tanimbar (Maluku Tenggara Barat) Tahun 2018.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: