Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Panitera PN Medan Divonis Lebih Berat

Kasus Suap Tamin Sukardi

Jumat, 05 April 2019, 10:38 WIB
Panitera PN Medan Divonis Lebih Berat
Tamin Sukardi/Net
rmol news logo Direktur Utama PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi di­vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Tamin dinilai terbukti me­nyuap majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan 280 ribu dolar Singapura melalui Hadi Setiawan.

"Mengadili, menyatakan ter­dakwa Tamin Sukardi telah terbukti secara sah dan meya­kinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ketua majelis hakim Rosmina saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Sementara, Hadi divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut hakim, Tamin bersa­ma-sama dengan Hadi menyuap untuk mempengaruhi putusan majelis hakim yang menangani perkara nomor 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn.

Di perkara ini, Tamin menjadi terdakwanya. Ia dituduh melaku­kan korupsi karena menjual ta­nah negara eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II di Deliserdang, Sumatera Utara.

Menurut majelis hakim, per­buatan Tamin dan Hadi memenuhi unsur dakwaan Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Atas vonis ini, Tamin menyatakan pikir-pikir. Adapun Hadi menerima. Sebelumnya, Tamin dituntut hukuman 7 tahun penja­ra dan denda Rp 400 juta subsider 4 bulan kurungan. Sementara Hadi 5,5 tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider 4 bulan kurungan.

Kemarin, Pengadilan Tipikor Jakarta juga membacakan putu­san perkara Helpandi. Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Medan itu juga terlibat kasus suap ini.

Helpandi divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Lebih berat dari Tamin dan Hadi. Ia terbukti menjadi perantara suap kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor.

"Mengadili, menyatakan ter­dakwa Helpandi terbukti secara sahdan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsisecara bersama-sama," putus ketua majelis hakim Rosmina.

Helpandi menerima uang 280 ribu dolar Singapura dari Hadi. Setelah mengantongi uang, Helpandi menemui hakim ad hoc Merry Purba, anggota majelis yang menangani perkara.

Merry menyuruh menemuinya esok hari di suatu tempat. Helpandi pun pergi ke lokasi terse­but. Ia menyerahkan uang 150 ribu dolar Singapura kepada pria yang menyopiri mobil Merry.

Sedangkan sisanya, 130 ribu dolar Singapura hendak diserahkan kepada hakim Sontan Merauke Sinaga. Namun Helpandi keburu dicokok KPK.

Adapun perkara Merry masih disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Kemarin agendanya mendengarkan keterangan saksi meringankan.

Minta Saran Pejabat MA

Dalam persidangan perkara ini terungkap Tamin sempat minta saran kepada seorang pejabat Mahkamah Agung (MA). Namanya Suhenda. Jabatannya Kepala Seksi Evaluasi Balitbang Diklat MA.

Suhenda menyarankan agar Tamin mendekati dan 'bom gede' hakim. Ia pun sempat di­hadirkan sebagai saksi perkara Tamin.

Jaksa KPK meminta penjelasanSuhenda mengenai percakapan telepon dengan Tamin pada 24 Agustus 2018 silam.

"Di poin 4 Saudara jelaskan: 'Saya sarankan agar bertemu atau dekati hakimnya, dan supa­ya dibom yang gede saja'," Jaksa Luki Dwi Nugroho mengung­kit Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Suhenda.

"Dibom artinya apa?" tanya jaksa.

"Maksud saya supaya Tamin mencari pengacara yang tang­guh," jawab Suhenda.

Jawaban Suhenda diang­gap tak nyambung dengan isi percakapan dengan Tamin. Jaksa pun mencecar, "Apakah suapnya maksudnya diberi uang besar?"

Suhenda tetap berkelit bahwa yang ia maksud adalah pengacara. "Enggak Pak. Maksud saya mencari pengacara yang tangguh."

Jaksa kembali membacakan isi BAP Suhenda yang menying­gung soal uang.

"Saya menjelaskan apabila majelis hakim sudah menerima uang dari Tamin, maka majelis hakim tidak berani mengako­modir Tamin Sukardi, itu men­jadi tanggung jawab hakim yang menerima uang tersebut. Sekali lagi saya menyarankan supaya Tamin Sukardi tidak tanggung-tanggung bom saja sekalian," demikian keterangan Suhenda di BAP.

"Ini sudah jelas kok ini, semuaorang yang enggak paham hukumbisa menafsirkan ini. Bisa memahami konteks kalimat ini.Saudara jujur saja," desak jaksa.

Suhenda bersikukuh. "Memang dipikiran saya, ya cari penasihat hukum yang tangguh aja Pak, terserah beliau mau apa," kilahnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA