Reza meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan tafsir kepada frasa jasa pendidikan dalam UU Perdagangan.
"UU Perdagangan tidak membedakan jasa pendidikan yang harus dikelola dengan prinsip nirlaba dalam UU Sisdiknas dan UU Dikti dan yang tidak berprinsip nirlaba. Makanya, perlu adanya tafsir dari Mahkamah Konstitusi guna menegaskan pemisahan ini," ujar Reza seperti dikutip dari siaran persnya, Rabu (3/4).
"Tujuannya semata-mata untuk menjamin konstitusionalitas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia," sambungnya.
Menindaklanjuti permohonan tersebut, MK mengundang pemerintah dan DPR untuk menyampaikan keterangan tertulis sehubungan dengan Pasal 4 ayat (2) huruf d UU Perdagangan pada tanggal 27 Maret 2019.
Dalam keterangannya, pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan bahwa jasa pendidikan dalam UU Perdagangan sudah sesuai dengan UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pendidikan Tinggi.
Dalam perspektif pemerintah, UU Perdagangan hanya membuat daftar bidang jasa yang bisa diperdagangkan, sedangkan pengaturan lengkapnya ada dalam UU sektoral.
Untuk jasa pendidikan, pengaturan lengkapnya ada dalam UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pendidikan Tinggi.
Pemerintah juga mengungkapkan dimasukkannya jasa pendidikan sebagai jasa yang diperdagangkan dilatarbelakangi oleh keikutsertaan Indonesia dalam World Trade Organization (WTO).
Pemerintah juga menekankan adanya kebutuhan untuk melaksanakan komitmen dalam WTO dengan menghilangkan hambatan perdagangan dan investasi dalam sektor jasa termasuk jasa pendidikan.
Kuasa hukum Reza, Leonard Arpan menyampaikan bahwa keterangan pemerintah ini memperjelas bahwa UU Perdagangan memang tidak memberikan definisi dan pembatasan terhadap jasa pendidikan yang dapat diperdagangkan.
"Ketiadaan definisi dan luasnya ruang lingkup perlu diperbaiki melalui penafsiran terhadap frasa jasa pendidikan dalam UU Perdagangan agar menciptakan kepastian hukum dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia," paparnya.
Lebih lanjut, advokat dari kantor hukum ArpanLaw ini juga menilai ada kontradiksi dalam keterangan yang disampaikan pemerintah. Di satu sisi, pemerintah mengakui bahwa penyelenggaraan jasa pendidikan harus merujuk pada UU Sisdiknas dan UU Dikti yang berprinsip nirlaba.
Namun di sisi lain, pemerintah menginginkan penguatan komitmen dalam sektor perdagangan jasa termasuk jasa pendidikan dengan cara melakukan deregulasi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.