Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Permahi: Penangkapan Robet Mencederai Negara Hukum Yang Demokratis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 08 Maret 2019, 02:36 WIB
Permahi: Penangkapan Robet Mencederai Negara Hukum Yang Demokratis
Ketua Umum DPN Permahi, M. Andrean Saefudin/Net
rmol news logo . Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPN Permahi) menilai penangkapan aktivis yang juga dosen Robertus Robet tidak memiliki dasar dan mencederai prinsif negara hukum yang demokratis.

Robet ditangkap pada Rabu (6/3) malam di rumahnya di kawasan Depok, Jawa Barat atas tuduhan pelangaran UU ITE dalam orasi Aksi Kamisan pada 28 Februari lalu.

Dasar yang dipakai adalah pasal 45 ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang Perubahan atas UU 11/2009 tentang ITE dan/atau Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP.

Ketua Umum DPN Permahi, M. Andrean Saefudin mengatakan, apabila kebebasan berekspresi semua berujung pada penangkapan, apa kabar negara hukum yang demokratis.

"Aksi Kamisan tersebut jelas menyoroti dan merupakan bentuk penolakan terhadap rencana pemerintah untuk menempatkan TNI pada kementerian-kementerian sipil. Rencana ini jelas bertentangan dengan fungsi TNI sebagai penjaga pertahanan negara sebagaimana diatur Pasal 30 ayat (3) UUD 1945, UU TNI dan TAP MPR VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri," tegas Andrean dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (7/3) malam.

Lebih lanjut Andrean mejelaskan, Robet tidak sedikitpun menghina institusi TNI. Dalam refleksinya Robet justru mengatakan mencintai TNI dalam artian mendorong TNI yang profesional. Baginya, menempatkan TNI di kementerian sipil artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti telah ditunjukkan di Orde Baru.

"Menurut kami, pasal-pasal yang dikenakan adalah pasal-pasal yang selama ini kerap disalahgunakan untuk merepresi kebebasan berekspresi (draconian laws) yakni Pasal 207 KUHP berbunyi "barang siapa dengan sengaja di muka umum menghina suatu penguasa atau badan hukum akan diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan," terangnya.

Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 dalam pertimbangannya mengatakan, dalam masyarakat demokratik yang modern maka delik penghinaan tidak boleh lagi digunakan untuk pemerintah (pusat dan daerah), maupun pejabat pemerintah (pusat dan daerah).

Bagian lain putusan tersebut mengatakan, menimbang bahwa dalam kaitan pemberlakuan pasal 207 KUHPidana bagi delik penghinaan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana, halnya dengan penghinaan terhadap penguasa atau hadan publik (gestelde macht of openbaar lichaam) lainnya, memang seharusnya penuntutan terhadapnya dilakukan atas dasar pengaduan (bij klacht).

Pasal 28 ayat (2) jo, UU ITE mengatur, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Andrean menegaskan, Robet tidak menyebarkan informasi apapun melalui elektronik karena yang dianggap masalah adalah refleksinya. Dan refleksi yang memberikan komentar apalagi atas kajian akademis atas suatu kebijakan tidak dapat dikategorikan sebagai kebencian atau permusuhan.

"Terakhir, TNI jelas bukan individu dan tidak bisa 'dikecilkan' menjadi kelompok masyarakat tertentu karena TNI adalah lembaga negara," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA