Begitu diyakinkan Wakil Satgas Nusantara Polri Brigjend Pol Fadil Imran saat menyampaikan kuliah umum kebangsaan di kampus Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Banteng, Rabu (27/2). Pembicara lainnya yakni Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaan, Bursah Zarnubi, rektor UMT yang diwakili Alimubin. Selain itu juga hadir 500-an mahasiwa.
"Berbicara Indonesia tidak akan ada habisnya. Bayangkan saja dari Sabang sampai Merauke panjang bentangannya itu sama dengan Eropa dari utara ke selatan. Kita ini bangsa yang komplit," ujar Fadil.
Meski begitu, lanjut Fadil, ada beberapa tantangan yang harus dilalui Indonesia agar menjadi negara besar. Tantangan tersebut tidak hanya dari luar tapi juga dari dalam. Fadil mencontohkan, gangguan yang ingin mengubah ideologi Pancasila menjadi ideologi khilafah.
Selain itu juga penyebaran
hoax dan
hate speech (ujaran kebencian) menjadi tantangan yang tak bisa dianggap remeh karena bisa memporaporandakan persatuan dan kesatuan bangsa
Menurut Fadil, mahasiswa sebagai kolompok intelektual, cerdas, rasional dan objektif dalam membaca realitas harus ikut menjadi bagian mewaspadai penyebaran
hoax.
"Itu semua adalah kejahatan yang tak bisa kita biarkan. Kita tindak karena menjadi ancaman. Rasionalitas harus kita kedepankan dalam membaca berita," jelasnya.
Fadil juga mengingatkan mahasiswa tentang bahaya membuat akun anonim di media sosial.
"Jangan belajar akun-akun anonim, akun-akun telur, akun-akun fake karena dari itu akan memulai kejahatan, iya kan karena itu akan membuat kita tidak bertanggung jawab," papar Fadil.
Fadil pun menyampaikan tiga upaya yang sudah dilakukan Polri dalam menangani kejahatan
hoax dan
hate speech. Pertama, kata Fadil, pendekatan pencegahan dengan meningkatkan cyber culture index . Tujuannya agar masyarakat sadar etika dalam berinternet.
"Jangan mentang-mentang tidak ada yang melihat terus berani membuat hoax. Direktorat Cyber Bakreskrim Polri bisa mengetahui karena di situ ada jejaknya," katanya.
Kedua, pendekatan hukum melalui UU ITE KUHAP. "Itu dihukum. Ada yang tiga tahun, empat tahun, lima tahun dan 10 tahun. Siapapun itu," katanya.
Kemudian yang ketiga adalah pendekatan preemtif atau persuasif. Pendekatan ini upaya Polri membangun society kepolisian.
***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: