“Ketika capres Jokowi mewacanakan pembentukan pusat legislasi nasional, ini merupakan bentuk ketidakpahamannya terhadap konstitusi. Sejatinya fungsi legislasi dalam arti pembentuk peraturan perundan-undangan berada sepenuhnya di tangan legislatif (DPR RI),†ujar Dr. Ahmad Yani, praktisi hukum yang juga pernah menjadi anggota Komisi III DPR RI.
Pada debat capres-cawapres perdana, Jokowi mengungkapkan ide tersebut guna mensiasati adanya persoalan tumpang tindih berbagai regulasi, baik di level peraturan perundang-undangan hingga peraturan di bawahnya. Selain juga dimaksudkan sebagai solusi pada tahap sinkronisasi dan harmonisasi dari berbagai peraturan yang ada.
Kata Yani, gagasan tersebut merupakan sebuah kekeliruhan yang fatal dalam memberi solusi atas tumpang tindihnya berbagai regulasi.
“Mewacanakan pembentukan sebuah lembaga baru, bukan solusi konkrit dalam mengatasi berbagai permasalahan di sistem legislasi nasional. Apalagi dalam sistem presidensial murni, legislatif menjadi
agent of legislation†ungkap Yani dalam keterangan tertulis yang diterima
Kantor Berita Politik RMOL, Jum’at (18/2).
Menurut caleg PBB dari Dapil DKI Jakarta untuk DPR RI ini, mengoptimalisasikan peran lembaga yang ada, seharusnya sebagai langkah taktis guna meminimalisir inkonsistensi dan disharmonisasi dari berbagai peraturan perundang-undangan yang ada.
“Saya rasa pembentukan lembaga baru seperti yang diwacanakan bukanlah solusi konkrit dalam mengatasi berbagai persoalan legislasi nasional,†tegasnya.
Bahkan, Yani menilai, langkah pembentukan pusat legislasi nasional justru akan menambah carut marut-nya skema legislasi nasional.
“Lebih baik mengoptimalisasi berbagai lembaga yang ada, baik di eksekutif melalui Dirjen Perundang-Undangan Kemenkumham, Lembaga Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), dan lembaga tekhnis terkait ataupun di DPR RI melalui badan legislasi (baleg),†ujarnya.
[yls]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.