Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Begini Cara Kerja DVI Saat Identifikasi Jenazah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Sabtu, 13 Oktober 2018, 17:10 WIB
Begini Cara Kerja DVI Saat Identifikasi Jenazah
rmol news logo . Setiap terjadinya peristiwa yang memakan korban meninggal dunia di tengah masyarakat, Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri selalu turun melakukan identifikasi. Upaya tim DVI tidak selalu mudah.

Banyaknya jumlah korban jiwa dan sulitnya medan tempat kejadian perkara (TKP) seperti pada gempa dan tsunami Kota Palu, menambah pekerjaan tim DVI semakin rumit.

Kepala Bidang DVI Pusat Kedokteran dan Kesehatan Mabes Polri, Kombes Polisi Lisda Cancer memaparkan, proses yang harus dilakukan tim DVI. Lisda menjelaskan, setidaknya tim DVI harus melakukan empat tahap dalam mengidentifikasi jenazah. Tahapan itu di antaranya adalah olah tempat kejadian perkara (TKP), post mortem, ante mortem, dan rekonsiliasi.

Olah TKP merupakan penyisiran di tempat kejadian. Pada gempa Sulawesi Tangah misalnya, maka petugas melakukan penyisiran jenazah di daerah terdampak seperti Palu, Donggala, Sigi dan sekitarnya. Petugas DVI pun melakukan pelabelan jenazah para korban bencana.

Sementara pada proses post mortem, kerja forensik bersama tim Inafis untuk mengidentifikasi jenazah dimulai. Identifikasi dilakukan secara medis, misalnya dengan sampel, atau pencocokan DNA.

Namun, di tanah bencana, sampel data sulit ditemukan. Pencocokan DNA pun terlalu mahal, Rp 4 sampai 6 juta per jenazah, yang tentunya sulit dilakukan di tanah bencana dengan dua ribu lebih korban. Bagaimana pun, tim DVI harus terus melakukan upaya identifikasi.

Hasil post mortem akan dicocokkan dengan hasil ante mortem, yang merupakan pengumpulan identitas dari pihak keluarga. Dalam proses ante mortem ini, Lisda mengaku, tim DVI kerap menemui rintangan. Pihak keluarga yang sedang berkabung, kadangkala kurang kooperatif dengan tim DVI.

"Kami bekerja dengan keluarga yang sedang berkabung, kadang mereka keluarganya diautopsi atau diidentifikasi secara medis, atau tidak mau menyerahkan dokumen identitas keluarga, kadangkala mereka merasa keluarga mereka masih hidup," kata Lisda saat acara Gathering Divisi Humas dengan Wartawan di Hotel Alana, Sentul, Bogor, Sabtu (13/10).

Di Palu, tim pun demikian sulit. Dokumen yang dimiliki keluarga hilang disapu ombak dan digeser likuefaksi. Ante mortem pun tidak sempurna.

Jumlah korban terus bertambah. Sementara jumlah personel DVI terbatas. Mabes Polri menyatakan, tim DVI yang bekerja kurang lebih 101 personel. Padahal jumlah korban gempa Palu lebih dari dua ribu orang.

Mau tidak mau, kata Lisda, tim DVI harus 'memangkas' sejumlah tahap untuk mempercepat identitifikasi, daripada jenazah menjadi bau dan menimbulkan masalah baru. Jenazah yang belum teridentifikasi pun terpaksa harus dikuburkan. Paling paling jenazah diberi label dan diberi pemetaan dengan kode yang tertera dengan label, dilengkapi potret jenazah.

"Ini merupakan kebijakan di mana kita tidak bisa melakukan identifikasi dengan maksimal," ujar Lisda.

Padahal, kata Lisda, identifikasi visual gambar potret tidak direkomendasikan atau kurang akurat. "Idealnya jenazah dimasukkan freezer semua, sebelum diidentifikasi satu satu," kata dia. Namun, hal itu tidak mungkin dilakukan di tanah yang tengah porak poranda.

Terlepas dari hal itu semua, Lisda mengatakan, tim tetap harus bekerja. Dia mengatakan, tim DVI selalu merasa puas bila melihat seorang jenazah ditemukan anggota keluarganya.

Di Palu, sejauh ini, Tim DVI dengan jumlah terbatas mampu mengungkap 218 jenazah dari ribuan korban. "Bagaimanapun, identifikasi harus dilakukan, tentu itu juga menyangkut hak azasi manusia," ujar Lisda. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA