Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Beringin Terancam Pidana Korupsi Korporasi, Kader Saling Tangkis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 03 September 2018, 10:24 WIB
Beringin Terancam Pidana Korupsi Korporasi, Kader Saling Tangkis
KPK/Net
rmol news logo . Pengembangan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan PLTU Riau 1 semakin mengganas dan membikin was-was sejumlah pihak, termasuk Partai Golongan Karya (Golkar).

Usai kadernya terjerat, partai berlambang pohon beringin tengah dibidik Komisi Pemberantasan Korupsi dengan pasal pidana korupsi korporasi.

Wakil Ketua Badan Hukum Dan HAM (Bakumham) DPP Partai Golkar Muslim Jaya Butar-Butar menegaskan, penerapan tindak pidana korporasi tidak bisa digunakan dalam kasus Eny Saragih yang diduga menerima aliran dana untuk Munas Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar dari sumber PLTU 1 Riau.

"Tindak pidana korporasi tidak bisa digunakan dalam kasus ini. Karena Partai politik itu beda dengan perusahaan," tegas Muslim Jaya Butar butar dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (3/9).

Muslim mengatakan, meski keduanya berbadan hukum, Parpol tidak lah sama pengertiannya dengan korporasi sebagai badan hukum. Karena menurutnya, parpol adalah organisasi nasional yang dibentuk sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela  atas persamaan kehendak dan cita cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat dan bangsa serta memelihara keutuhan NKRI serta pancasila.

"Jelas beda pengertian secara filosofi badan hukum partai politik dengan badan perusahaan," ucapnya.

Selain itu kata dia, badan hukum korporasi tunduk kepada Undang-Undang Perusahaan Terbatas sementara badan hukum parpol tunduk kepada Undang-undang parpol. Dengan demikian kata dia, asumsi maupun persepsi yang hendak menerapkan  tindak pidana korporasi dalam kasus dugaan aliran dana untuk Munaslub Partai Golkar adalah persepsi yang ngawur. "Itu Tendensius dan berlebihan," sergahnya.

Muslim yang juga Wasekjen Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 57 ini menjelaskan, parpol dan perusahaan itu berbeda sekalipun keduanya punya status berbadan hukum. Karena partai politik dengan kader bukan seperti perusahaan dengan karyawan yang mempunyai hubungan kerja antara korporasi dengan karyawan, maupun pemberi kerja atau penerima kerja.

"Perusahaan tujuannya mencari untung atau laba sebesar-besarnya, sementara parpol dibentuk tujuannya bukan untuk itu," tegas dia.

Diterangkan, batasan tindak pidana korporasi jelas ada hubungan kerja  antara pemberi kerja dengan penerima kerja, serta status hubungan kerja, juga sebagai karyawan.

Menurutnya, apabila ada kader yang melakukan korupsi, jelas itu tindakan pribadi yang tidak bisa dipersepsikan sebagai perbuatan partai politik.

"Dalam konteks kasus Eny Saragih sangatlah jauh disebut sebagai tindak pidana koorporasi, apalagi Partai Golkar secara institusi tidak mengetahui apa yang dilakukan kader, tidak ada perintah dari partai untuk melakukan perbuatan yang korup," tutupnya.

Sejauh ini KPK belum pernah menerapkan tindak pidana korporasi untuk parpol. Seluruh tersangka korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka selama ini merupakan perusahaan.

Di antaranya PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati terkait dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. [jto]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA