Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kredibilitas Prasetyo Menyelesaikan Kasus HAM Dipertanyakan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 06 Agustus 2018, 23:50 WIB
Kredibilitas Prasetyo Menyelesaikan Kasus HAM Dipertanyakan
HM Prasetyo/Net
rmol news logo Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mempertanyakan kredibilitas Jaksa Agung HM Prasetyo dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Komisioner Pengkajian Komnas HAM, Muhammad Choirul Anam menilai jika salah satu Komisioner Komnas HAM terpilih menggantikan Prasetyo, penyidikan kasus pelanggaran HAM besar yang terjadi pada masa lalu bisa tuntas dalam waktu hitungan hari.

"Saya doakan kalau Pak Amirudin atau Pak Hariansyah (Komisioner Komnas HAM) jadi Jaksa Agung. Biar ini kelar. Kalau beliau ini jadi Jaksa Agung, ini hitungannya hari kok," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (6/8).

Anam menilai sejauh ini Kejagung tidak melanjutkan penyelidikan terkait sembilan dugaan kasus pelanggaran masa lalu yang sudah 15 tahunan mengendap.

Menurutnya jika Kejagung merasa masih ada data atau bukti yang kurang dari Komnas HAM, maka mereka harus mencari tahu tentang itu lewat penyidikan. Sebab sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM, Komnas HAM hanya bertugas melakukan penyelidikan. Setelah merasa cukup, imbuhnya, berkas perkara langsung mereka limpahkan ke Kejagung untuk ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan.

"Kalau seandainya Jaksa Agung sebagai penyidik ngomong buktinya kurang, ya lakukan penyidikan. Kapasitasnya di dia. Jangan ambigu.  Makanya kalau Jaksa Agung ngomong begitu, tolong ditanya Jaksa Agung sebagai penyidik ataukah sebagai pejabat publik. Kalau sebagai penyidik, harusnya melakukan tindakan penyidikan, bukan statement di publik. Itu kerangka berpikir di UU nokor 26 tahun 2000," jelasnya.

Lebih lanjut, Anam menjelaskan apabila dalam penyidikan Kejagung benar-benar tidak menemukan adanya bukti yang cukup, maka mereka bisa saja mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Itu clear. Kalau seandainya memang lemah, bisa di SP3, sesuai UU 26/ 2000, kalau di SP3 dikeluarkan SP3 oleh Jaksa Agung, barulah korban atau publik bisa membawa ke pra peradilan dan sebagainya, menguji apakah SP3 ini objektif atau tidak," tandasnya. [nes] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA