Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soal Aset Utang Petani Tambak BPPN Ikut Perintah KKSK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 11 Juli 2018, 05:02 WIB
Soal Aset Utang Petani Tambak BPPN Ikut Perintah KKSK
Foto/Net
rmol news logo Sidang lanjutan perkara korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mengungkap BPPN pernah mengusulkan agar hutang petani tambak Dipasena dijual.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal tersebut disampaikan oleh Yusak Kazan dalam komite eksekutif BPPN, yang ikut mengusukan agar utang petani tambak senilai Rp 4,8 Triliun dijual.

Atas usulan tersebut kemudian ketua BPPN mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) mengusulkan agar hutang petani tambak dijual.

Namun KKSK melalui keputusan pada tanggal 14 Februari 2004 tidak menyetujui usulan penjualan hutang petambak, KKSK minta hutang petani tambak direstrukturisasi.

Hal senada juga dilontarkan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) yang juga mantan ketua BPPN.

Ia mengatakan BPPN mengusulkan agar hutang petani tambak dijual, namun ditolak oleh KKSK. KKSK meminta agar hutang direstrukturisasi, dengan hutang maksimum Rp 100 juta per petambak dan utang petambak tersebut dialihkan kepada Menteri Keuangan.

Syafruddin menambahkan, berdasarkan keputusan KKSK tersebut, BPPN melaksanakannya dengan menyerahkan asset utang petambak sebesar Rp4,8 Triliun telah dialihkan kepada menteri keuangan tanggal 27 Februari 2004.

Sedangkan terkait utang petambak, saksi Robertus Bilitea mantan direktur hukum BPPN dalam MSAA hutang petani tambak di jamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PTWahyuni Mandira.

"Hutang petani plasma dijamin oleh perusahaan inti dipasena melalui akta penjaminan No 143/1998 dan akta No 67/1996," jelas Robertus.

Menurut kuasa hukum SAT, Ahmad Yani mengatakan dengan Perusahaan Inti Dipasena dan Wahyuni Mandira yang sudah diambil BPPN, maka restrukturisasi hutang petambak plasma dapat sepenuhnya dilaksakan.

"Karena sudah sudah ditangan BPPN dan restrukturisasi dilanjutkan oleh PT PPA yang dibentuk pemerintah untuk menangangani semua asset produktif BPPN," jelas Ahmad.

Sementara keterangan saksi Tjang Soen Eng mantan Direktur Ernest And Young (E&Y) mengatakan pihaknya mendapatkan tugas untuk melakukan penghitungan sesuai dengan keseusaian matematis dari BPPN. Dari hasil kajianya E&Y menemukan fakta bahwa tidak ada penurunan nilai asset perusahaan (12 perusahaan) Sjamsul yang diserahkan kepada BPPN.

"Ada kelebihan US$ 1,3 juta untuk keseluruhan, dan untuk Dipasena Group nilainya lebih US$ 24 juta," jelasnya.

E&Y juga menegaskan bahwa utang petambak plasma dijamin oeh PT Dipasena bukan oleh Sjamsul.

“Semua hasil kajian tersebut diserahkan kepada PT TSI dan BPPN," jelas Tjang Soen Eng di persidangan.

Menurut Ahmad, semua opini hukum dari konsultan baik dari Lubies, Gani & Surowijoyo (LGS) dan Tim Bantuan Hukum (TBH) terhadap MSAA-BDNI telah disampaikan langsung kepada KKSK.

Atas penugasan KKSK, Tim Pengarah Bantuan Hukum (TPBH) dan Komite Pengawas BPPN (OC-BPPN) telah menyampaikan hasil kajiannya kepada KKSK.

Sehingga keputusan KKS pada tanggal 7 Oktober 2002, juga sudah mengakomodir TPBH dan OC-BPP, yang dalam putusannya menyatakan pertama, tagih Sjamsul sebesar Rp428 Milyar untuk menyelesaikan pembayaran setara tuna Rp1 Triliun.

Kedua ambil alih BPPN kepemilikan perusaan akuisisi sebanyak 12 perusahaan senilai Rp27.4 Triliun, ketiga lakukan Final Due Diligance (FDD)
kepada seluruh perusahaan akuisisi.

"Atas keputusan KKSK 7 Oktober 2002 tersebut, BPPN melaksanakan secara tuntas perintah/keputusan KKSK," jelas Ahmad. [fiq]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA