Sidang yang digelar Senin (2/7) itu membeberkan fakta bahwa skema kucuran kredit ke petani tambak dari Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) disalurkan melalui PT Dipasena Citra Darmaja (DCD), selaku avalis atau penjamin kredit petani tambak.
Mantan Kepala Loan Work Out (LWO) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Dira Kurniawan Mochtar yang dihadirkan sebagai saksi menjelaskan kredit dibelanjakan alat alat, untuk digunakan oleh para petani tambak.
Hal itu diketahui Dira lantaran sebelumnya ia pernah ditugaskan ke Lampung untuk menilai kredit petani tampak. Dari sana juga Dira tahu petani tambak tidak menerima kredit dari PT BDNI.
Setiap petani tambak, kata Dira menerima kredit dalam bentuk peralatan, benih, rumah dan sebagainya. Petani membayar kredit melalui hasil panen udangnya yang diserahkan kepada PT DCD untuk di ekspor ke luar negeri.
Fakta lain yakni tidak adanya penagihan kredit kepada PT DCD selaku Avalis. Menurut petani tambak selaku mitra kerjanya inti dalam hal ini PT DCD, merasa tidak memiliki hutang. Hal ini yang membuat tagihan kredit petani tambak ditagihkan ke pemegang saham BDNI.
Pengacara Syafruddin, Hasbullah menjelaskan fakta-fakta tersebut menjadi perdebatan dalam persidangan.
Ia juga heran mengapa kredit petani tambak ditagih kepada pemegang saham BDNI.
"Padahal avalisnya adalah PT Dipasena. Kenapa tidak ditagih ke PT DCD sebagai penjamin. Petani menerima kredit dalam bentuk alat dari PT DCD," ujarnya saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (3/7).
Hasbullah juga menjelaskan dalam persidangan Stevanus Eka Dasa Sutantio selaku Deputi AMI BPPN menjelaskan dalam MSAA yang menjamin adalah PT DCD dan PT Wahyuni Mandira (PT WM).
"Saksi menjelaskan di dalam perjanjian MSAA tidak disebutkan adanya jaminan bahwa kredit petani lancar dari pemegang saham BDNI," ujarnya.
[nes]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: