Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ahmad Yani Anggap Tindakan Fredrich Yunadi Wajar

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/dede-zaki-mubarok-1'>DEDE ZAKI MUBAROK</a>
LAPORAN: DEDE ZAKI MUBAROK
  • Jumat, 18 Mei 2018, 21:44 WIB
Ahmad Yani Anggap Tindakan Fredrich Yunadi Wajar
Ahmad Yani/Net
rmol news logo Mantan anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Yani yang kini berprofesi sebagai rektor dan juga advokat menjadi saksi ahli dalam perkara dugaan merintangi penyidikan KPK yang menjerat Fredrich Yunadi.

Yani yang juga mantan politisi PPP ini menjelaskan tentang peran dan fungsi advokat serta tindakan dugaan menghalangi - halangi suatu perkara yang menjerat Fredrich, yang kala itu menjadi kuasa hukum Setya Novanto, tersangka korupsi proyek e-KTP.

Ia menjelaskan tentang Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menjerat Fredrich Yunadi sebagai terdakwa.

Menurutnya, apa yang dilakukan Fredrich dalam membela kliennya yakni Setya Novanto masih dalam hal wajar dan merupakan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh kuasa hukum. Sehingga, aktivitas  Fredrich Yunadi harusnya dilindungi oleh negara.

"Wujud perlindungan negara itu tertuang dalam UU Advokat. Walaupun sebelum diuji MK perlindungan terhadap advokat itu di dalam pengadilan. Namun setelah diuji di MK perlindungan terhadap advokat juga  di luar pengadilan. Ada semangat untuk memproteks advokat dalam menjalankan profesinya," kata Yani usai menjadi saksi ahli untuk terdakwa Fedrich Yunadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/5).

Menurut Yani, perlindungan terhadap advokat sangat diperlukan. Karena selama ini banyak advokat dipermasalahkan ketika menjalanka tugasnya. Ia menyebut contoh kasus yang dilakukan Fredrich Yunadi masih dalam konteks on the track dalam menjalankan tugasnya.

Oleh karenanya, ia menilai, Fredrich hanya disangkanya dalam berkirim surat untuk menunda penyelidikan terhadap kliennya.

Dalam melaporkan komisioner dan penyidik KPK ke Polri , mengajukan JR di MKRI, membantu penanganan paksa kecelakaan lalu lintas yang dialami Setya Novanto, yang dilakukan Fredrich tidak termasuk kategori menghalang - halangi proses penyidikan yang dilakukan KPK.

"Pasal 21 UU KPK itu delik materil. Harus ada akibat yang timbul, Sementara penyidikan terhadap kliennya tetap berjalan dan hingga kini telah divonis 15 tahun penjara," jelasnya.

Yani menilai, proses menghalangi-halangi yang dituduhkan ke Fredrich Yunadi tidak tepat. Karena pihak yang bisa menghalang - halangi adalah yang mempunyai otoritas.

Sementara, kata dia, Fredrich tidak memiliki otoritas atau kewenangan untuk menghalangi. Oleh karenanya perkara yang menjerat Fredrich jika tetap dilanjutkan akan menjadi abuse of power dan menjadi pengadilan sesat. Sehingga perkara yang menjerat Fredrich harus dihentikan.

"Harusnya sebelum membawa ke pengadilan, diperiksa dulu secara kode etik. Apakah betul melakukan pelanggaran atau tidak. Kalau pun betul melakukan pelanggaran tapi wilayahnya bukan Pengadilan Tipikor tapi pengadilan umum. Karena Pengadilan Tipikor itu khusus korupsi dan korupsi. Oleh karenanya Feedrich harus dilepaskan," paparnya.

Yani menyarankan, jika perkara Fredrich tetap dilanjutkan maka baiknya dilimpahkan ke pengadilan umum. Karena Fredrich tidak boleh diadili dua kali dalam persoalan yang sama.

Karena jika dilanjutkan di Pengadilan Tipikor, ia menilai, akan menjadi peradilan yang sesat. Harusnya, tambah Yani, penegak hukum itu tidak hanya menegakan hukum tapi juga menegakan keadilan.

Saat ini, sebut Yani, keadilan bagi Fredrich terganggu. Pasalnya, jika Fredrich didakwa menghalangi proses penyidikan harusnya diadili di pengadilan umum.

"Saya rasa apa yang dilakukan Fredrich dalam melakukan perlindungan terhadap kliennya masih dalam tahap yang wajar. Kalau dibilang menghalangi proses penyidikan, nyatanya penyidikan tetap berjalan dan Setya Novanto sudah menjalani vonis," jelasnya.

Yani menerangkan, yang dimaksudkan UU Tipikor Dan UU KPK harus tunduk dengan Konstitusi dan UU tidak boleh KPK  dengan alasan exra ordenary crime bertindak di luar konstitusi dan UU. Kejahatan kemanusian, korupsi, Narkoba, dan teoriame walaupun tindak pindana extra ordenary crime dalam penegakkan hukumnya harus tetap tunduk dengan  UU, KPK dilimatatif tugas dan wewenangnya yaitu pasal 6, untuk kasus Fredrich Yunadi seharusnya penyidik,penuntut dan pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa, andaipun ada tindak pidananya bukan wewenang KPK tapi ranah hukum pidana umum yaitu Polisi, karena Terdakwa bukan pelaku TPK

Sementara itu, Ketua Umum PERADI dan juga dosen tetap Pascasarjana Universitas Jayabaya Fauzie Yusuf Hasibuan mengatakan, setelah adanya UU 18 tentang advokat Tahun 2003, di mana tugas-tugas advokat harus dilakukan dengan baik dalam persidangan ataupun diluar persidangan sesuai yang putus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XI/2013.

Adapun jika advokat dalam pelaksanaan tugas sebagai advokat dinilai melanggar hukum, padahal dirinya punya sedang menjalankan tugas advokat, maka yang berhak menilai Etikad baik atau tidak adalah dewan kehormatan dari lembaga advokat/ PERADI. Bukan penyidik, JPU maupun Hakim.

Fauzi menyatakan, menurut pasal 8 konvensi PBB, advokat wajib dilindungi negara dan tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana ataupun dalam bentuk apapun. Advokat itu profesi officium nobile yang merupakan satu dari empat pilar penegak hukum Indonesia.

Sebelumnya Yani memberikan keterangan sempat menjadi perdebatan antara tim kuasa hukum Fredrich dan Jaksa KPK. Alasannya, jaksa keberatan karena profesi Yani sebagai advokat sehingga dikhawatirkan akan terjadi conflict of interest.

Selain keberatan atas kesaksian Yani, jaksa juga keberatan dengan dua saksi lainnya yakni dosen Universitas Jayabaya Fauzie Yusuf Hasibuan dan dosen Universitas Pakuan Bogor Youngky Fernando.

"Kami keberatan saksi yang dihadirkan ini, Yang Mulia. Karena terdakwa advokat, kami takut ada conflict of interest. Kami nggak tahu keahlian apa saksi ini, apalagi Pak Hasibuan satu organisasi dengan terdakwa," ucap jaksa KPK Roy Riady.

Atas keberatan itu, Fredrich Yunadi langsung menanggapi. Fredrich menyebutkan Ahmad Yani menjadi saksi karena mempunyai kapasitas untuk menilai UU KPK. Sebab, Yani merupakan mantan anggota Komisi III DPR yang bermitra dengan KPK.

"Pertama, kami sampaikan Ahmad Yani dari Komisi III DPR walaupun sekarang sudah keluar. Beliau yang membuat undang-undang dan mitra kerja KPK. Dia (Yani) tahu betul UU KPK dan UU Tipikor, kami ingin mengupas KPK," tutur Fredrich.

Sedangkan, Fauzi Yusuf Hasibuan merupakan Ketua umum Peradi dihadirkan sebagai dosen Universitas Jayabaya. Fredrich menyatakan, Fauzi akan menjelaskan imunitas advokat.

"Pak Fauzi Ketum Peradi yang membawahi ribuan advokat. Bagaimana imunitas advokat, beliau yang bawahi majeis kehormatan. Beliau juga sebagai dosen guru besar, lihat keahliannya. Memang beliau juga advokat, apa nggak boleh jadi ahli kalau punya keahlian di bidang tertentu," kata Fredrich.

Namun, jaksa KPK tetap bersikukuh keberatan terhadap saksi yang dihadirkan. Apalagi Fauzi merupakan satu organisasi dengan Fredrich Yunadi. Jaksa KPK mengaku khawatir keterangan Fauzi tidak akan objektif.

"Pak Fauzi karena beliau Ketua Peradi dan satu organisasi advokat sama terdakwa. Dan sidang kode etiknya belum selesai, maka nggak elok kita dengarkan karena proses etik belum selesai. Bagaimana mau objektif dia (Fauzi) berikan keterangan untuk anggotanya," tutur jaksa KPK Roy.

Meski demikian, majelis hakim sempat mempertimbangkan Fauzi diperiksa sebagai saksi meringankan untuk Fredrich Yunadi. Namun Fredrich masih bersikukuh untuk menjadikan saksi ini menjadi ahli. Akhirnya, majelis hakim pun memeriksa ketiga saksi ini. Keberatan jaksa KPK akan dicatat majelis hakim.

"Keberatan jpu kami catat, tapi semua akan kami periksa sebagai ahli dan akan kami sumpah," ucap hakim. [fiq]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA