Ketua Tim Advokasi Alfian Tanjung (TAAT), Abdullah Al Katiri menerangkan, dalam pasal 156 (3) KUHAP, dakwaan yang dinyatakan batal demi mukum, maka penuntut umum dapat mengajukan perlawanan hukum ke Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri.
"Tapi, mengapa JPU malah mengambil langkah mengajukan Dakwaan baru ke PN Surabaya. Apa dasar hukumnya. Itu tidak dibenarkan dalam KUHAP," tegas Abdullah.
Menurutnya, akan sia sia saja upaya JPU mengajukan dakwaan baru karena cacat hukum. Jadi terkesan seperti zombie, sudah dinyatakan batal demi hukum tapi dipaksakan 'hidup kembali'.
"Peristiwa seperti ini baru terjadi di Indonesia selama yang kami ketahui. JPU ini kan penegak hukum, tapi dalam menuntut Alfian Tanjung mereka menggunakan hukum apa," tanyanya.
Ia menilai langkah JPU tersebut sangat aneh dan janggal. "Alfian ini memang istimewa ya, ia diburu Polisi, dimangsa JPU, tapi pasal-pasal yang diterapkan kepada Alfian tidak ada satu pun yang tepat."
Akibat adanya pelimpahan ulang dakwaan atas Alfian Tanjung yang teregister No: 2664/Pid.Sus/2017/PN.Sby, penasehat hukum lantas mengajukan banding. Abdullah menjelaskan, alasan banding karena majelis hakim tidak mempertimbangkan eksepsi kompetensi absolut, dimana menurut hukum Perkara atas nama Alfian Tanjung bukan merupakan pidana umum melainkan pidana pemilihan yang harus diadili oleh hakim pidana khusus pemilihan.
"Dengan adanya banding maka pelimpahan dakwaan ulang oleh JPU haruslah tidak dapat diterima, karena Alfian Tanjung melalui PH-nya masih mengajukan banding atas putusan sela dakwaan yang pertama agar Pengadilan Tinggi Surabaya menyatakan Majelis Hakim Pidana Umum tidak berwenang, yang berwenang adalah Majelis Hakim Pidana Pemilihan," pungkas Abdullah.
[wid]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.