Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mabes Polri Bantah Pernyataan Jaksa Agung

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 16 Juni 2017, 18:37 WIB
Mabes Polri Bantah Pernyataan Jaksa Agung
HT/net
rmol news logo Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan membantah pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Menurutnya pengusutan perkara dugaan pesan singkat (SMS) bernada ancaman dari bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto, masih di tingkat penyelidikan.

Martinus membantah informasi yang menyebutkan bahwa Ketua Umum Perindo selaku terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pun belum dikeluarkan oleh penyidik.

"Sampai saat ini (Hary) masih berstatus saksi. Dalam proses penyelidikan ini penyidik mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari saksi," ujar Martinus kepada wartawan di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (16/6).

Saat ini, imbuh Martinus, polisi telah meminta keterangan sekitar 13 saksi dan ahli. Rencananya, baru pekan depan penyidik akan melakukan gelar perkara untuk menentukan apakah kasus ini bisa ditingkatkan ke penyidikan atau tidak.

"Kalau tingkat penyidikan, maka kita di situ akan menentukan siapa tersangkanya," kata Martinus.

Jaksa Agung Prasetyo menegaskan jika Hary Tanoesoedibjo sudah menjadi tersangka terkait kasus dugaan ancaman kekerasan melalui pesan singkat terhadap Kasubdit Penyidikan pada Jampidsus, Yulianto.

"Pak Yulianto diperiksa disana, memang itu kewajiban dia untuk hadir, begitu pun juga tersangkanya, terlapor (HT) tapi tersangka lah, saya sudah dengar sudah dinaikan ke tersangka, setiap kali diundang harus hadir," kata Prasetyo kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jumat (16/6).

Prasetyo menegaskan pihaknya tinggal menunggu hasil penyidikan yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri. Prasetyo mengatakan jika nanti berkas perkaranya akan ditentukan apakah sudah memenuhi unsur formil dan materil untuk dinyatakan lengkap atau P21 atau harus diberikan petunjuk oleh tim jaksa peneliti.

"Kita tunggu penyidikannya seperti apa, yang nyidik kan Bareskrim, penyidikan itu nanti menjadi berkas perkara seperti apa, hasil penyidikan nanti diserahkan ke penunut umum, nanti diteliti, memenuhi unsur atau tidak, itu kita tunggu," tegas mantan politisi Nasdem itu.

Kasus ini berawal dari Yulianto mendapatkan sebuah pesan singkat dari orang tak dikenal berisi : "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan" SMS itu diterima Yulianto pada 5 Januari 2016 sekitar pukul 16:30 WIB.

Tak hanya itu, beberapa waktu kemudian Yulianto mendapat pesan singkat dengan tulisan yang sama namun ditambah dengan kata "Kasihan rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan semakin maju".

Usai mendapatkan pesan tersebut, Yulianto melakukan pengecekan dan meyakini pesan itu dikirim oleh Hary Tanoesoedibjo dan kemudian dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/100/I/2016/Bareskrim. Yulianto adalah jaksa yang kala itu menyidik kasus dugaan korupsi penerimaan kelebihan bayar pajak PT Mobile 8 Telecom (PT Smartfren) pada tahun anggaran 20072009.[san]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA