Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Petualangan Samsu Umar Berakhir Di Bandara Soetta

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 25 Januari 2017, 21:05 WIB
Petualangan Samsu Umar Berakhir Di Bandara Soetta
Samsu Umar/Net
rmol news logo Aksi kucing-kucingan yang dilakukan bupati Buton non aktif Samsu Umar Abdul Samiun dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berakhir di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Jakarta, Rabu (25/1).
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

KPK terpaksa melakukan tindakan hukum setelah Samsu Umar dua kali mangkir dari panggilan penyidik.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, langkah menjemput paksa Samsu Umar merupakan hasil koordinasi pasca putusan praperadilan yang menolak gugatan sang bupati terkait penetapan status tersangka.

Menurutnya, penangkapan Samsu Umar merupakan peringatan kepada para koruptor agar tunduk pada panggilan penyidik KPK dan menjalani proses hukum sebaik-baiknya.

"Kami sudah layangkan panggilan tiga kali dan penjadwalan ulang juga. Upaya persuasif juga sudah dilakukan, tapi yang bersangkutan (Samsu Umar) tidak datang,' jelas Febri di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta.

Febri megatakan, Samsu Umar ditangkap saat baru mendarat di Jakarta. Tim KPK telah membuntuti Samsu Umar mulai dari Bau-Bau, Sulawesi Tenggara lalu ke Kendari, Sulawesi Tenggara.

"Ditangkap di bandara Cengkareng setelah melakukan perjalanan dari Kendari, Makassar, Jakarta. Penangkapan sekitar pukul 17.30 WIB," ujarnya.

Lebih jauh, saat disinggung mengenai penahanan Samsu Umar, Febri mengatakan bahwa penyidik memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan nasib sang bupati.

Sebelumnya, KPK telah memanggil Samsu Umar sebanyak dua kali pada 23 Desember 2016 dan 4 Januari 2017. Dalam panggilan pertama, Samsu Umar tidak hadir dengan alasan baru menerima surat panggilan sehari sebelumnya. Sementara dalam panggilan kedua, tim pengacara meminta pemeriksaan dilakukan usai Pilkada 15 Februari mendatang. Mengenai permintaan tim pengacara, KPK menegaskan menolaknya.

KPK menetapkan Samsu Umar sebagai tersangka pemberi suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar untuk memenangkan perkara sengketa hasil Pilkada Buton tahun 2011.

Atas perbuatannya, Samsu Umar dijerat pasal 6 ayat 1 huruf (a) UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001.

Samsu Umar mengakui memberikan uang Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar sekitar tahun 2012 agar memenangkan sengketa Pilkada Buton. Hal itu disampaikan Samsu Umar saat bersaksi dalam persidangan Akil di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 4 Maret 2014.

Dugaan suap ini bermula dari pelaksanaan Pemilihan kepala daerah Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara yang digelar pada Agustus 2011. Terdapat sembilan pasangan calon yang mengikuti Pilkada ini, yakni pasangan Agus Feisal Hidayat dan Yaudu Salam Ajo, Ali La Opa dan La Diri, Azhari dan Naba Kasim, Jaliman Mady dan Muh Saleh Ganiru, Samsu Umar Abdul Samiun dan La Bakry, La Sita dan Zuliadi, La Ode M Syafrin Hanamu dan Ali Hamid, Edy Karno dan Zainuddin, serta pasangan Abdul Hasan dan Buton Achmad.

KPU Buton yang melakukan penghitungan suara menyatakan pasangan Agus Feisal Hidayat dan Yaudu Salam Ajo sebagai pemenang. Keputusan KPU ini digugat oleh pasangan Lauku dan Dani, Samsu Umar dan La Bakry, serta Abdul Hasan dan Buton Achmad ke MK.

Dalam putusannya, MK membatalkan putusan KPU Buton dan memerintahkan KPU Buton untuk melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual serta melakukan pemungutan suara ulang. Pada 24 Juli 2012, MK memutus Samsu Umar dan La Bakry menjadi pemenang Pilkada Buton. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA