Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KPK Laporkan Potensi Kerugian Negara Di Sektor Minerba Dan Migas

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 26 Oktober 2016, 21:35 WIB
KPK Laporkan Potensi Kerugian Negara Di Sektor Minerba Dan Migas
Net
rmol news logo Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengungkapkan bahwa potensi kerugian di sektor mineral dan batu bara terbilang besar, yakni mencapai Rp 26,3 triliun.

Hal itu disampaikannya saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR, Jakarta (Rabu, 26/10).

"Karena kajian kita bulan Desember, kajian piutang dari 2012-2013 sebesar Rp 3,8 triliun. Lalu kontrak karya Rp 280 miliar, lalu PKP2B Rp 22,1 miliar, dan total Rp 26,3 triliun," ujarnya.

Menurut Agus, setelah melakukan kajian, pihaknya kemudian memberi saran bagi kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian ESDM. Jika temuan mereka tidak diindahkan maka KPK akan melaporkan ke Presiden Joko Widodo atau DPR.

"Kami sampaikan bersama perkembangan yang sudah kami lakukan. Kami juga laporkan kepada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," jelasnya.

Bukan hanya soal kerugian negara di sektor minerba, KPK juga melaporkan ke Komisi VII terkait izin usaha pertambangan (IUP) yang bermasalah. Agus mengungkapkan, dari sebanyak 10.172 IUP ada sekitar 3.772 atau 37 persen yang non clear and clean (non-CNC), dan sebanyak 6.400 atau 63 persen dinyatakan clear and clean (CNC).

"Itu sekitar 37 persen pada waktu sekarang. Pada era (Menteri ESDM) Sudirman Said ada sekitar empat ribuan," bebernya.

Selain itu, terdapat potensi hilangnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB) di sektor minerba berdasarkan perhitungan data surveyor (kajian KPK). Untuk batubara (tahun 2010-2012) kurang bayar USD 1,2 juta, dan mineral (2011) kurang bayar sebesar USD 24, 6 juta.

Pada sektor minyak bumi dan gas terkait kepatuhan kewajiban pelaku usaha hulu. Di mana, dari 319 wilayah kerja setidaknya ada 143 atau 44,8 persen belum melunasi kewajiban keuangan.

"141 atau 44,2 persen wilayah kerja lainnya tidak melakukan kewajiban EBA (Enviromental Based Assesment)," jelas Agus.

Terakhir, soal kepatuhan pelaku usaha migas sektor hilir. Per 2016, dari 262 pelaku usaha setidaknya 68,5 persen diantaranya absen saat verifikasi. Sedangkan 150 pelaku usaha migas hilir lainnya atau sebanyak 57,3 persen tidak lancar dalam memenuhi kewajiban pembayaran iuran usaha. Hal itu diperparah dengan 55 pelaku usaha migas hilir yang tidak pernah melaporkan kegiatannya.

"Implementasi SOT pun dikeluhkan. Banyak gubernur dan bupati tidak tahu lifting-nya berapa," demikian Agus. [wah] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA