Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kompolnas: Kami Diminta Presiden Mengusut Kasus Pengusaha Pontianak

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 27 Januari 2016, 14:44 WIB
Kompolnas: Kami Diminta Presiden Mengusut Kasus Pengusaha Pontianak
m. nasser/net
rmol news logo Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengaku diminta Presiden untuk mengusut kasus penipuan pengusaha di Pontianak, Kalimantan Barat, oleh rekan bisnis dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan tanah senilai miliaran rupiah di kawasan Tangerang.

Anggota Kompolnas, M. Nasser, bersama Sekretaris Kompolnas, Syafriadi Cut Ali, mengatakan, pihaknya telah sempat menyambangi Jampidum Kejaksaan Agung untuk menanyakan kasus pengusaha asal Pontianak, Adipurna Sukarti, yang melaporkan Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman.

"Kami mendapatkan arahan dari Presiden RI lewat Setneg untuk mengusut kasus ini. Kemarin kami mendatangi Jampidum. Jampidum menyatakan bahwa mereka menunggu pengembalian berkas dari Penyidik Polri," kata Syafriadi, saat dikonfirmasii wartawan, Rabu (27/1).

Menurut Kompolnas, ada dugaan kejanggalan dan saling lempar bola dalam penanganan perkara hingga kasus tersebut mandek. Kepolisian pernah menyatakan kasus itu bukan pidana. Namun korban mempraperadilankan sehingga penilaian polisi itu dibatalkan oleh pengadilan.

Sudah ada putusan hukum praperadilan bahwa perkara ini harus dilanjutkan mengingat berunsur pidana. Di sisi lain, penyidik yang menangani perkara ini, dalam rapat klarifikasi dengan Kompolnas, juga telah menyatakan bahwa kasus ini adalah pidana. Jampidum sendiri sempat menyatakan masih menunggu Polri melengkapi berkas.

Rupanya, mandeknya perkara ini diduga disebabkan surat koordinasi bersama kesepakatan kasus pidana penipuan dan penggelapan antara Penyidik Bareskrim Mabes Polri dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung.

"Putusan praperadilan sudah jelas, penyidiknya sendiri sudah bilang ini tindak pidana. Tapi Jaksa Penuntut Umum, kata penyidik, menyatakan bahwa perkara ini bukan tindak pidana. Ini lebih kuat mana? Putusan Hakim yang berketetapan hukum atau pendapat Jaksa?" ujar Syafriadi.

Syafriadi juga mempertanyakan surat koordinasi kesepakatan tersebut. Penyidik Bareskrim sempat berjanji untuk memberikan surat Kordinasi bersama itu, namun sampai saat ini tidak pernah terealisasi.

Sementara itu, M. Nasser, mengatakan alasan kedatangannya ke Jampidum Kejagung kemarin karena dua pertimbangan. Pertama, dalam KUHAP tidak dikenal instrumen surat koordinasi). Kedua, saat ini sedang disusun RUU KUHP dan KUHAP.

"Namun Jampidum sendiri, telah membantah, dan mengatakan ini bukan instrumen resmi kejaksaan untuk membuat surat model seperti itu. Tentu kami meminta Penyidik Polri untuk profesional agar berkas dilimpahkan ke Pengadilan untuk diadili," kata Nasser.

Adipurna Sukarti (64) melaporkan kasus dugaan penipuan dan penggelapan kasus tanah senilai miliaran rupiah di kawasan Tangerang oleh dua rekan bisnisnya ke Mabes Polri dengan Laporan Polisi LP/364/V/2012/Bareskrim tanggal 14 Mei 2012 dengan pengenaan pasal penipuan 374 KUHP, pemalsuan 364 KUHP dan juga UU No 8 tahun 2010 tindak pidana pencucian uang. Kedua tersangka Yusuf Ngadiman Ng Bak An dan Suryadi Wongso alias Ng Eng Kuang sempat ditahan di Bareskrim Mabes Polri. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA